Sumbang – Iwan Fals
‘Sumbang’ adalah lagu Iwan fals yang dirilis dalam berjudul sama di tahun 1983. ‘Sumbang’ sarat dengan lirik kritik sosial yang tajam, mungkin terlalu tajam. Meneropong tingkah pola para politisi di era Orde Baru, yang memang di tahun tersebut berada di puncak kejayaan yang dipertahankan dengan kekerasan yang terselubung oleh militer. Bagi yang masih mengatakan bahwa Orde Baru lebih baik daripada Orde Reformasi ini, silahkan mendengarkan lagu ini.
Lagu ini dapat melukiskan dengan baik betapa politik dan kekuasaan begitu keras dan kejam di masa itu, sehingga Iwanpun harus mempertanyakan ‘…apakah selamanya politik itu kejam, apakah selamanya dia datang untuk menghantam, ataukah memang itu yang sudah digariskan, menjilat, menghasut, menindas, memperkosa hak-hak sewajarnya?” suatu pertanyaan mendasar mengenai sifat politik itu sendiri di masa di mana bertanya itu harus ‘konstruktif’ sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Menjadi kritis bukan pilihan, hanya satu bentuk kenekadan. Saya selalu merinding mendengarkan lagu ini karena membayangkan betapa banyaknya rakyat yang dikorbankan untuk kekuasaan saat itu. Mungkin Gerakan 30 September, Tanjung Priok, Timor Timur, Kekerasan Juni 1998, Trisakti dan lainnya; kita mungkin tidak pernah tahu yang sebenarnya. Di sinilah, menurut saya, letak penting lagu ini.
SUMBANG
Album : Sumbang (1983)Kuatnya belenggu besi
Mengikat kedua kaki
Tajamnya ujung belati
Menujam di ulu hati
Sanggupkah tak akan lari
Walau akhirnya pasti mati
Di kepala tanpa baja
Di tangan tanpa senjata
Ah itu soal biasa
Yang singgah di depan mata kita
Lusuhnya kain bendera
Di halaman rumah kita
Bukan satu alasan untuk kita tinggalkan
Banyaknya persoalan
Yang datang tak Kenal kasihan
Menyerang dalam gelap
Memburu kala haru
Dengan cara main kayu
Tinggalkan bekas biru
Lalu pergi tanpa ragu
Setan-setan politik
Yang datang mencekik
Walau dimasa paceklik
Tetap mencekik
Apakah selamanya politik itu kejam?
Apakah selamanya dia datang tuk menghantam?
Ataukah memang itu yang sudah digariskan?
Menjilat
Menghasut
Menindas
Memperkosa hak-hak sewajarnya
Maling teriak maling
Sembunyi balik dinding
Pengecut lari terkencing-kencing
Tikam dari belakang
Lawan lengah diterjang
Lalu sibuk mencari kambing hitam
Selusin kepala tak berdosa
Berteriak hingga serak
didalam ngeri yang congkak
Lalu senang dalang tertawa
Di tangan tanpa senjata
Ah itu soal biasa
Yang singgah di depan mata kita
Lusuhnya kain bendera
Di halaman rumah kita
Bukan satu alasan untuk kita tinggalkan
Banyaknya persoalan
Yang datang tak Kenal kasihan
Menyerang dalam gelap
Memburu kala haru
Dengan cara main kayu
Tinggalkan bekas biru
Lalu pergi tanpa ragu
Setan-setan politik
Yang datang mencekik
Walau dimasa paceklik
Tetap mencekik
Apakah selamanya politik itu kejam?
Apakah selamanya dia datang tuk menghantam?
Ataukah memang itu yang sudah digariskan?
Menjilat
Menghasut
Menindas
Memperkosa hak-hak sewajarnya
Maling teriak maling
Sembunyi balik dinding
Pengecut lari terkencing-kencing
Tikam dari belakang
Lawan lengah diterjang
Lalu sibuk mencari kambing hitam
Selusin kepala tak berdosa
Berteriak hingga serak
didalam ngeri yang congkak
Lalu senang dalang tertawa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar