Sabtu, 31 Januari 2015

"Galang Rambu Anarki"


Galang Rambu Anarki anakku
Lahir awal Januari
Menjelang pemilu

Galang Rambu Anarki dengarlah
Terompet tahun baru
Menyambutmu

Galang Rambu Anarki ingatlah
Tangisan pertamamu
Ditandai BBM membumbung tinggi

Maafkan kedua orang tuamu kalau
(Tak mampu beli susu)
BBM naik tinggi (susu tak terbeli)
Orang pintar tarik subsidi
Mungkin bayi kurang gizi

Galang Rambu Anarki anakku

Cepatlah besar matahariku
Menangis yang keras janganlah ragu
Tinjulah congkaknya dunia buah hatiku
Doa kami di nadimu

Galang Rambu Anarki dengarlah
Terompet tahun baru
Menyambutmu

Galang Rambu Anarki ingatlah
Tangisan pertamamu
Ditandai BBM melambung tinggi

Maafkan kedua orang tuamu kalau
(Tak mampu beli susu)
BBM naik tinggi (susu tak terbeli)
Orang pintar tarik subsidi
Anak kami kurang gizi

Galang Rambu Anarki anakku

Cepatlah besar matahariku
Menangis yang keras janganlah ragu
Tinjulah congkaknya dunia buah hatiku
Doa kami di nadimu

Cepatlah besar matahariku
Menangis yang keras janganlah ragu
Hantamlah sombongnya dunia buah hatiku
Doa kami di nadimu

Iwan Fals Oemar Bakrie


Oemar Bakrie

Tas hitam dari kulit buaya
"Selamat pagi!", berkata bapak Oemar Bakri
"Ini hari aku rasa kopi nikmat sekali!"
Tas hitam dari kulit buaya
Mari kita pergi, memberi pelajaran ilmu pasti
Itu murid bengalmu mungkin sudah menunggu


Laju sepeda kumbang di jalan berlubang
S'lalu begitu dari dulu waktu jaman Jepang
Terkejut dia waktu mau masuk pintu gerbang
Banyak polisi bawa senjata berwajah garang


Bapak Oemar Bakri kaget apa gerangan
"Berkelahi Pak!", jawab murid seperti jagoan
Bapak Oemar Bakri takut bukan kepalang
Itu sepeda butut dikebut lalu cabut, kalang kabut, cepat pulang
Busyet... Standing dan terbang


Reff.
Oemar Bakri... Oemar Bakri pegawai negeri
Oemar Bakri... Oemar Bakri 40 tahun mengabdi
Jadi guru jujur berbakti memang makan hati
Oemar Bakri... Oemar Bakri banyak ciptakan menteri
Oemar Bakri... Profesor dokter insinyur pun jadi
Tapi mengapa gaji guru Oemar Bakri seperti dikebiri

Pesawat Tempurku

Pesawat Tempurku

 Waktu kau lewat aku sedang mainkan gitar
Sebuah lagu yang kunyanyikan tentang dirimu
Seperti kemarin kamu hanya lemparkan senyum
Lalu pergi begitu saja bagai pesawat tempur
Hey ... !!! kau yang manis singgahlah dan ikut bernyanyi
Sebentar saja nona sebentar saja hanya sebentar
Rayuan mautku tak membuat kau jadi galak
Bagai seorang diplomat ulung engkau mengelak
Kalau saja aku bukanlah penganggur sudah kupacari kau
Jangan bilang tidak biang saja iya .................
Iya lebih baik daripada kau menangis .................
Reff :
Penguasa .!!!!!!!!!!!! Penguasa !!!!!!!!!!!!!! berilah hambamu uang
Beri hamba uang !!!!!!!!!!!!! beri hamba uang !!!!!!!!!!!!
Oh Ya ...........andaikata dunia tak punya tentara
Tentu tak ada perang yang banyak makan biaya
Oh ya ............andaikata dana perang buat diriku
Tantu kau mau singgah bukan cuma tersenyum
Kalau hanya senyum yang engkau berikan
Westerling pun tersenyum
Oh ................ singgahlah sayang ....... pesawat tempurku
Mendarat mulus didalam sanubariku .......

Cikal

Iwan Fals - Cikal


Kerbau dikepalaku ada yang suci
Kerbau dikepalamu senang bekerja
Kerbau disini teman petani

Ular dinegara maju menjadi sampah nuklir
Ular didalam buku menjadi hiasan tatto
Ular disini memakan tikus

Kerbauku kerbau petani
Ularku ular sanca
Kerbauku teman petani
Ularku memakan tikus

Kerbauku besar kerbauku seram
Tetapi ia bukan pemalas
Hidupnya sederhana

Sancaku besar sancaku seram
Mengganti kulit keluar sarang makan dan bertapa
Hidupnya sederhana

Ularku ular sanca
Kerbauku kerbau petani
Ularku memakan tikus
Kerbauku teman petani

Walau kerbauku bukan harimau
Tetapi ia bisa seperti harimau
Kerbauku tetap kerbau
Kerbau petani yang senang bekerja

Sancaku melilitnya
Kerbauku tidak terganggu
Karena sancaku dan kerbau
Temannya petani

Lalu dimana anak anak sang tikus?

Bayi bayi bayi
Murni dan kosong

Bayi bayi bayi
Bayi ya bayi

Kalau kita sedang tidur dan tiba tiba saja kita terbangun
Karena lubang hidung kita terkena kumis harimau
Mungkin kita akan lari ya lari
Tetapi bayiku tidak

Bukan karena bayiku belum bisa berlari
Aku percaya
Aku percaya

Bayiku tidak akan pernah berfikir
Bahwa harimau itu jahat
Bayiku menarik narik kumis
Dan memukul mukul mulut harimau
Harimau malah memberikan bayiku mainan

Bayiku menjadi bayi harimau
Bayi harimau anak petani
Seperti sanca melilit kerbau
Ia ada di gorong gorong kota

Lantas apa agamanya?

Kerbauku kerbau petani
Ularku ular sanca
Bayiku murni dan kosong
Ia ada di gorong gorong kota

Kerbauku kerbau petani
Ularku ular sanca
Bayiku bayi harimau
Ia ada di gorong gorong kota

Bayi bayi bayi
Murni dan kosong

Bayi bayi bayi
Bayi harimau

Bayi bayi bayi
Yang berkalung sanca

Bayi bayi bayi
Yang di susui kerbau

Raya Rambu Rabbani



Iwan Fals - Raya

Dua-dua januari dua ribu tiga.
Raya rambu rabbanii anak ketiga.
Dua-dua januari anak nomor tiga.
Tanggal dan bulan sakti janjian kita.
Mas Galang dan mbak Cikal lahir januari juga.
Padahal papa mama mu virgo dan libra.
Yang jelas itu rezeki keluarga kita.
Raya rambu rabbani anak ketiga.
Lahir di desa sepi yang menjadi kota.
Gemuruh doa-doa menjaga dirimu.
Bersyukurlah selalu jangan sampai lupa.
Tak terasa sudah bertahun-tahun berlalu.
Tumbulah tumbuh menjadi yang kau mau.
Jangan sombong jangan jadi penipu.
Bergembira selalu tolong orang yang tidak mampu.
Raya rayalah hati.
Pikiran juga badan.
Raya rambu rabbani anak desa
Yang memikul beban dengan riaang [tenaaang]
Lihaatlah ia sedang menyaapa dunia.
Dua-dua januari rayalah Rabbani.
Rambu-rambu syurga juga duniawi.
Kau datang tak terduga menjadi tenaga.
Dalam hidup sementara yang penuh makna.
Jangan sesali semua yang sudah terjadi.
Suka dan duka tergantung engkau sendiri.
Waspadalah selalu dalam menjalani.
Tetap gagah berdiri, lewati badai sendiiri.
 

Sore Tugu Pancoran

"Sore Tugu Pancoran"


Si budi kecil kuyup menggigil
Menahan dingin tanpa jas hujan
Di simpang jalan tugu pancoran
Tunggu pembeli jajakan koran
Menjelang maghrib hujan tak reda
Si budi murung menghitung laba
Surat kabar sore dijual malam
Selepas isya melangkah pulang

Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu
Demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu
Anak sekecil itu tak sempat nikmati waktu
Dipaksa pecahkan karang, lemas jarimu terkepal

Cepat langkah waktu pagi menunggu
Si budi sibuk siapkan buku
Tugas dari sekolah selesai setengah
Sanggupkah si budi diam di dua sisi

Surat Buat Wakil Rakyat

Inilah lagu fenomenal karya Ma'mun yang dinyanyikan Iwan Fals. Lagu ini begitu populer seakan tak lekang dimakan jaman. Sebab kenyataannya saat lagu ini dinyanyikan tahun 1987 hingga sekarang di tahun 2000-an, sikap wakil rakyat tidak banyak berubah. Mereka masih suka tidur saat sidang, wakil rakyat masih hobi membolos. Mereka sibuk melakukan kunjungan dinas yang ternyata berakhir dengan darmawisata keluar negeri menggunakan uang rakyat.

Dalam sidang-sidang di gedung parlemen, kita sering menyaksikan sandiwara para badut-badut yang sok bersikap tegas dan sok jagoan. Dalam kenyataannya mereka menjadi lemah ketika mendapat tekanan dari pihak yang berlawanan, apalagi kalau ditekan dengan duit. Belum lagi berapa banyak wakil rakyat yang tertangkap basah korupsi dan kini dipenjara. Inilah figur wakil rakyat di negara ini. Mereka mengatas namakan wakil dari rakyat, tetapi tidak banyak yang mau ikhlas membela rakyat. Membela partainya nomer satu, membela koleganya nomer satu.. membela rakyat.... nomer berapa ya......


Surat Buat Wakil Rakyat
Iwan Fals/Ma'mun ( Album Wakil Rakyat 1987 )


Untukmu yang duduk sambil diskusi
Untukmu yang biasa bersafari
Disana di gedung DPR

Wakil rakyat kumpulan orang hebat
Bukan kumpulan teman teman dekat
Apalagi sanak famili

Dihati dan lidahmu kami berharap
Suara kami tolong dengar lalu sampaikan
Jangan ragu jangan takut karang menghadang
Bicaralah yang lantang jangan hanya diam

Dikantong safarimu kami titipkan
Masa depan kami dan negeri ini
Dari Sabang sampai Merauke

Saudara dipilih bukan di lotere
Meski kami tak kenal siapa saudara
Kami tak sudi memilih para juara
Juara diam juara he eh juara hahaha

Untukmu yang duduk sambil diskusi
Untukmu yang biasa bersafari
Disana di gedung DPR

Dihati dan lidahmu kami berharap
Suara kami tolong dengar lalu sampaikan
Jangan ragu jangan takut karang menghadang
Bicaralah yang lantang jangan hanya diam

Wakil rakyat seharusnya merakyat
Jangan tidur waktu sidang soal rakyat
Wakil rakyat bukan paduan suara
Hanya tahu nyanyian lagu “setuju”

Wakil rakyat seharusnya merakyat
Jangan tidur waktu sidang soal rakyat
Wakil rakyat bukan paduan suara
Hanya tahu nyanyian lagu “setuju”

Wakil rakyat seharusnya merakyat
Jangan tidur waktu sidang soal rakyat
Wakil rakyat bukan paduan suara
Hanya tahu nyanyian lagu “setuju”

Wakil rakyat seharusnya merakyat
Jangan tidur waktu sidang soal rakyat
Wakil rakyat bukan paduan suara
Hanya tahu nyanyian lagu “setuju”

Sumbang – Iwan Fals

‘Sumbang’ adalah lagu Iwan fals yang dirilis dalam berjudul sama di tahun 1983. ‘Sumbang’ sarat dengan lirik kritik sosial yang tajam, mungkin terlalu tajam. Meneropong tingkah pola para politisi di era Orde Baru, yang memang di tahun tersebut berada di puncak kejayaan yang dipertahankan dengan kekerasan yang terselubung oleh militer. Bagi yang masih mengatakan bahwa Orde Baru lebih baik daripada Orde Reformasi ini, silahkan mendengarkan lagu ini.

 Lagu ini dapat melukiskan dengan baik betapa politik dan kekuasaan begitu keras dan kejam di masa itu, sehingga Iwanpun harus mempertanyakan ‘…apakah selamanya politik itu kejam, apakah selamanya dia datang untuk menghantam, ataukah memang itu yang sudah digariskan, menjilat, menghasut, menindas, memperkosa hak-hak sewajarnya?” suatu pertanyaan mendasar mengenai sifat politik itu sendiri di masa di mana bertanya itu harus ‘konstruktif’ sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Menjadi kritis bukan pilihan, hanya satu bentuk kenekadan. Saya selalu merinding mendengarkan lagu ini karena membayangkan betapa banyaknya rakyat yang dikorbankan untuk kekuasaan saat itu. Mungkin Gerakan 30 September, Tanjung Priok, Timor Timur, Kekerasan Juni 1998, Trisakti dan lainnya; kita mungkin tidak pernah tahu yang sebenarnya. Di sinilah, menurut saya, letak penting lagu ini.

 SUMBANG

Album : Sumbang (1983)

Kuatnya belenggu besi
Mengikat kedua kaki
Tajamnya ujung belati
Menujam di ulu hati
Sanggupkah tak akan lari
Walau akhirnya pasti mati

Di kepala tanpa baja
Di tangan tanpa senjata
Ah itu soal biasa
Yang singgah di depan mata kita
Lusuhnya kain bendera
Di halaman rumah kita
Bukan satu alasan untuk kita tinggalkan
Banyaknya persoalan
Yang datang tak Kenal kasihan
Menyerang dalam gelap
Memburu kala haru
Dengan cara main kayu
Tinggalkan bekas biru
Lalu pergi tanpa ragu
Setan-setan politik
Yang datang mencekik
Walau dimasa paceklik
Tetap mencekik
Apakah selamanya politik itu kejam?
Apakah selamanya dia datang tuk menghantam?
Ataukah memang itu yang sudah digariskan?
Menjilat
Menghasut
Menindas
Memperkosa hak-hak sewajarnya
Maling teriak maling
Sembunyi balik dinding
Pengecut lari terkencing-kencing
Tikam dari belakang
Lawan lengah diterjang
Lalu sibuk mencari kambing hitam
Selusin kepala tak berdosa
Berteriak hingga serak
didalam ngeri yang congkak
Lalu senang dalang tertawa

 

 

 

 

 

Yang Terlupakan

Yang Terlupakan

Denting piano kala jemari menari
Nada merambat pelan sikesunyian malam
Saat datang rintik hujan
Bersama sebuah bayang
Yang pernah terlupakan

Hati kecil berbisik, untuk kembali padanya
Seribu kata menggoda
Seribu sesal didepan mata
Seperti menjelma saat aku tertawa
Kala memberimu dosa

Oh...maafkanlah
Oh...maafkanlah

Rasa sesal didasar hati
Diam tak mau pergi
Haruskah aku lari dari kenyataan ini
Pernah ku mencoba tuk sembunyi
Namun senyummu tetap mengikuti

Ya Atau Tidak

Ya Atau Tidak

Lirik lagu ini berkisah seputar rayuan Iwan Fals kepada kekasihnya yang mungkin saat itu lagi ngambek dan puasa bicara. Setelah dirayu sedemikian rupa masih saja tidak berhasil membuatnya bicara. Dan diakhir lirik, Iwan Fals menegaskan kalau dia lelaki tulen. Lagu ini lumayan cakep deh...



Ya Atau Tidak
Iwan Fals ( Album Belum Ada Judul 1992 )


Bicaralah nona
Jangan membisu
Walau sepatah kata
Tentu kudengar

Tambah senyum sedikit
Apa sih susahnya?
Malah semakin manis
Semanis tebu

Engkau tahu isi hatiku
Semuanya sudah aku katakan
Ganti kamu jawab tanyaku
Ya atau tidak itu saja

Bila hanya diam
Aku tak tahu
Batu juga diam
Kamu kan bukan batu

Aku tak cinta pada batu
Yang aku cinta hanya kamu
Jawab nona dengan bibirmu
Ya atau tidak itu saja

Tak aku pungkiri
Aku suka wanita
Sebab aku laki laki
Masa suka pria

Ah kuraslah isi dadaku
Aku yakin ada kamu disitu
Jangan diam bicaralah
Ya atau tidak itu saja

Kamis, 29 Januari 2015

Yang Tersendiri, Oemar Bakrie ..

Cinta memang tak pandang usia, guru Zirah seorang guru muda lulusan sarjana muda rupanya ada hati dengan guru Oemar Bakrie yang sudah lanjut usia dan kini ditinggal mati istrinya. Berawal dari kekaguman dan kesalutannya terhadap Oemar Bakrie yang berdedikasi dengan gigih dan sabar mengajar hingga lebih dari 40 tahun tidak seperti karyawan atau tikus-tikus kantor lain. Dengan sabar ia mengajar muridnya yang bandel macam Gali Gongli anak Sugali seorang bromocorah, tapi ia tetap berharap agar anak didiknya berhasil bagai Habibie atau Bung Hatta setidaknya mengabdi pada negara seperti serdadu atau para tentara.

Nak, engkau lelaki kelak sendiri..” begitu pesannya kepada Gali gongli agar berubah sadar dan menjadi lelaki yang bertanggungjawab.

Dari jendela kelas 1, Zirah sering mencuri pandang Oemar Bakrie hingga akhirnya sebuah buku yang dipinjam menjadi intro alat pdkt Zirah ke Oemar Bakrie. Rupanya Oemar Bakrie menyambut baik cintanya Zirah. Ia tak memperdulikan omongan sumbang orang tentang Zirah yang memang seksi itu kayak lonte atau perempuan malam apalagi Zirah bertetangga dengan tante Lisa seorang janda genit yang sering melirik pemuda kaya yang bagi tante Lisa itulah obat awet mudanya. Bagi Oemar Bakrie yang penting hatinya dan juga Zirah tak kalah cantik dari Tince Sukarti binti Machmud seorang penyanyi terkenal saat itu. Maka mereka sepakat janjian pergi berkencan tanggal 22 Januari, yang awalnya selepas pulang kerja menjadi hari libur saja dan bertemuan di sebuah halte.

Di halte itu sambil bersender di sepeda kumbangnya Oemar Bakrie menanti Zirah dan bersenandung kumenanti seorang kekasih-nya lagu Iwan Fals. Saat mereka bertemu Zirah sempat menanyakan sepeda motornya Oemar Bakrie yang dikreditnya bulan lalu. Oemar Bakrie menceritakan bahwa sepeda motornya hilang waktu bertamu di rumah temannya, begitu tahu sudah ada di garasi kantor polisi ia melihat sepeda motornya dalam keadaan tak ber-aki, tak berlampu, tutup tangki hilang, kaca spionpun melayang. Ya sudah aku jual saja dech seadanya Yach itulah kisah sepeda motorku dan kini aku kembali dengan sepeda kumbang kesayanganku ini, katanya pasrah tapi bangga.

“Kemana kita nih..?” tanya Oemar Bakrie.

“Kita keliling kota terus santai di Condet, ya… ya atau tidak mas..?” tanya Zirah

“Cape deeech… tapi demi kamu jangankan Condet, Ujung Aspal Pondok Gede, ke Ethiopiapun aku antarkan….” gurau Oemar Bakrie sambil mengelak karena mau dicubit Zirah.

Bahagia sekali hati Oemar Bakrie hari itu, sehari bagaikan sang raja mirip libur kecil kaum kusam. Melewati tugu pancoran Oemar Bakrie menggenjot sepeda kumbangnya membonceng Zirah. Walau ambulan zig-zag, oplet tua atau kendaraan besar dan kecil sesekali menyalibnya ia tak peduli. Bagiku engkau pesawat tempurku, setidaknya lebih cepat dari pedatinya si tua sais pedati apalagi kuda lumping begitu pikir Oemar Bakrie tentang sepeda kumbang tuanya.

Dalam perjalanan keliling kota mereka sempat menyaksikan seorang anak tertidur berbantal sebelah lengan di seberang istana. Kontrasmu bisu, berkacalah Jakarta… begitu kesaksian Oemar Bakrie melihat potret di depan matanya. Berikanlah mereka pijar matahari… Pernah mereka hampir menyerempet kuli jalanan & pemborong jalan yang bercampur dengan bunga trotoar. Semuanya mereka ada di jalan.

“Maaf ya mas..” pinta Oemar Bakrie.

Oh, ya…” kata kuli jalanan kalem tak marah.

Oh ya, ya nasib,.. nasibmu jelas bukan nasibku…. Oh ya, ya takdir.. takdirmu jelas bukan takdirku… begitu canda Oemar Bakrie dalam hati ingat lagunya Swami. Dendam damai akan menjadi damai kalau keadaan di ujung abad disikapi dengan damai, tentu damai kami sepanjang hari, begitu opini Oemar Bakrie. Mereka juga melihat kerumunan orang dan ada anak-anaknya, diantara mereka ada yang berjoget tari India, stambul, chacha dan tari rebana.

“Ada apa tuh mas?” tanya Zirah “Oh itu, sunatan massal” jawab Oemar Bakrie.

“Nggak ikutan mas?.. goda Zirah

“Kalau aku ikut, nanti punyaku habis dooong, memangnya kamu mau punyaku habis…” ledek Oemar Bakrie.

Hihihi..Zirah tidak menjawab tapi malah mencubit dan mengkitik-kitik pinggang Oemar Bakrie membuat sepeda kumbang menjadi oleng.

“eh, eee eh eh jangan dong nanti nabrak nih…”

Setelah berkeliling kota sampailah mereka di taman pinggiran kota besar dekat Condet. Dalam taman mereka digoda kupu-kupu hitam putih yang terbang naik turun melintasi mereka. Ada juga belalang tua yang hampir jatuh di ujung daun dekat mereka duduk-duduk. Tak jauh dari mereka ada kumbang yang hinggap diatas bunga-bunga yang segar harum semerbak wanginya.

Ibu, eee..” kata Oemar Bakrie memecah keheningan

“Ah jangan manggil ibu ah mas, saya kan masih single” potong Zirah genit.

Cik, eh néng, eh nduk, eh nona… kita kayak bunga-bunga kumbang-kumbang aja ya…” kata Oemar Bakrie mulai merayu sedikit grogi.

Siapa yang tak grogi berhadapan dengan Zirah si VW kodok, wajahnya manis, pinggangnya ramping, kalau dilihat dari belakang pantatnya bagai salak raksasa, apalagi kalau tengok betisnya ckckckck … indah bak padi bunting.

“iya, tapi kalau saya sudah layu jangan dicampakin lho mas..”

“ya nggak dong yang…” balas Oemar Bakrie makin berani lagi.

Dalam hal merayu rupanya Oemar Bakrie punya cara sendiri tak kalah dari orang muda.

“Nona, matamu indah bagai mata indah bola pingpong” begitu rayunya sambil menyerahkan kembang pete. Entah darimana didapatnya kembang pete itu.

Sesekali dikeluarkan jurus kasacima-nya. “Kasihku kasih terkasih, sayangku sayang tersayang, cintaku cinta tercinta, manisku manis termanis…” weleh weleeeeeh….

Kemesraan ini janganlah cepat berlalu, kemesraan ini ingin kukenang selalu…” mereka berdua bernyanyi dengan bahagia mirip paduan suara ibu-ibu PKK jaman Soeharto.

Menjelang senja mereka kembali karena mata dewa sudah hampir tenggelam. Malamnya Oemar Bakrie masih sempat bertelpon-ria dengan Zirah. Lama sekali ia menelpon mirip dongeng sebelum tidur. Alam malam kala itu memang lain sebab mereka sedang mabuk cinta.

“Selamat tinggal sayang, selamat tinggal malam…” tutupnya sedikit puitis.

Perjalanan waktu begitu cepat bagaikan 2 menit 10 detik, padahal hubungan mereka baru berlangsung 3 bulan. Suatu waktu Oemar Bakrie sering tak melihat Zirah di sekolah. Lho kemana ya Zirah… apakah sudah pindah, atau ke Timur Tengah atau di-PHK, ah tak mungkin kalau ia di PHK, pikir Oemar Bakrie. Ia mencari informasi hingga didapatnya kalau Zirah pulang kampung. Tapi kenapa tak bilang, tak ada pesan sedikitpun, ah aneh…..

Ada seorang guru yang ikut mengantar ke stasiun menceritakan kalau Zirah ada keperluan yang sangat pribadi di kampung. Diceritakannya kalau Zirah sempat mengalami keterlambatan karena kereta tua yang akan membawanya mengalami keterlambatan. Padahal Zirah sudah tanya loket dan penjaga kapan kereta tiba pukul berapa, tapi rupanya 2 jam kereta terlambat sudah biasa, jadwal belum lancar, aaaaah negeriku..….

Ada apa Zirahku sayang pergi tanpa pesan, padahal aku kini sedang rindu tebal, apa ada yang sakit di kampung, atau ada sesuatu yang tak ingin merepotkanku, aku bagaikan yang terlupakan… pikirnya dalam lingkaran keheningan suatu malam di rumahnya. Yaaach… sebelum kau bosan, sebelum aku menjemukan, tapi jangan tutup dirimu….. Sambil memetik gitar, satu-satu dinyanyikannya lagu cinta. Ingin rasanya Oemar Bakrie menuangkan suara hatinya menjadi coretan dinding atau menulis surat buat wakit rakyat di DPR sana. Tetapi semua hanya di awang-awang. Baginya memang asmara tak secengeng yang aku kira.

Teringat ia waktu Zirah meminta lagu nyanyianmu, tapi malah dijawab menyanyikan lagu yakinlah. Buat dia cinta tak perlu nada, tak perlu irama, jalanin saja, hadapi saja. “Bilang saja capek mas…” sahut Zirah waktu itu. Jadi kayak orang gila Oemar Bakrie kalau ingat kejadian itu.

Hingga suatu hari ia mendapat surat dari Zirah di kampung yang isinya bahwa ia akan dinikahkan dengan Bento seorang konglomerat di kampungnya tanggal 15 Juli 1996 nanti. Sempat Zirah menolak dan meminta bantuan paman Doblang tapi terlambat sang paman keburu dipenjara karena difitnah orang. Pada siapa ku mengadu, tolong dengar Tuhan

“Mas, aku ingat ikrar kita, tapi apa daya kini semua harus berakhir dengan air mata, maaf cintaku…” tutup Zirah di ujung suratnya.

Hancur hati Oemar Bakrie bagai puing bangunan yang dibongkar, surat itu bagaikan proyek 13. Tak pernah terbayangkan olehnya akan hal ini. Amarah sempat dalam dada, namun akalnya menerka. Ia tak larut dalam patah hati dan kesedihan yang membuatnya menjadi frustasi seperti berandal malam di bangku terminal. Hatinya tetap tenang, tegar seperti matahari tidak seperti isi rimba tak ada tempat berpijak lagi.

Diraihnya gitar dan menyanyikan nyanyian jiwanya, walau kadang terdengar kayak celoteh camar tolol dan cemar. Tak begitu merdu tapi tak kalah dari esek-esek udug-udug-nya nyanyian ujung gang. Sempat pula tercipta sebuah lagu tapi belum ada judulnya. Baginya ini bukan akhir segalanya dan harapan tak boleh mati maka kupaksa untuk melangkah. Ia pun mendo’akan semoga Zirah bahagia apapun yang terjadi.

“Nona, aku sayang kamu, kini engkau milik orang lain, dan engkau tetap sahabatku, semoga kau benar……., aku disini,.. aku yang tersendiri” gumamnya.

Begitulah bila mata hati tetap ada dan sehat maka di balik bening mata air tak ada air mata.